Selalu Beli Nasi Putih Saja, Pemilik Warung Memberi Ini Diam-Diam, 20 Tahun Kemudian

Selalu Beli Nasi Putih Saja, Pemilik Warung Memberi Ini Diam-Diam, 20 Tahun Kemudian

Ketika kita melakukan kebaikan, tidak ada jaminan orang akan mengucapkan terima kasih, memberikan penghargaan atau pengakuan. Mungkin malah sebaliknya, kebaikan atau pertolongan kita itu dianggap angin lalu, dan kita dilupakan begitu saja.


“Akankah orang berterima kasih nantinya? Semua itu tidak terpikirkan oleh kedua orang, pasangan suami istri ini. Mereka menolong tanpa pamrih selama bertahun-tahun dan beginilah akhir dari yang dia dapatkan! Bagaimana kisah selanjutnya? Mari kita simak bersama kisahnya.

Pada suatu sore hari, terlihat seorang pemuda yang berjalan mondar mandir di depan sebuah rumah makan di kota metropolitan. Ia menunggu sampai keadaan di dalam rumah makan sudah agak sepi, dengan malu malu iapun masuk ke dalam restaurant tersebut. Kemudian pemuda itu berkata: “Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih rumah makan menanyakan pesanannya.


Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan dengan seksama pemuda ini hanya meminta semangkuk nasi putih, dan tidak memesan lauk apapun. Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar, ia berkata perlahan, “

bolehkah menyiram sedikit kuah sayur di atas nasi saya?” Istri pemilik rumah makan berkata sambil tersenyum, “ Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar.” Dalam hati pemuda ini berpikir, “kuah sayur ternyata gratis.”

Setelah menghabiskan nasinya, pemuda tersebut lalu memesan semangkuk nasi putih lagi. Dengan tersenyum ramah pemilik rumah berkata,

“Semangkuk pasti tidak cukup untukmu anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya.” “Bukan, saya akan membawa pulang, untuk besok saya jadikan sebagai bekal makan siang di sekolah.” Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir bahwa pemuda ini tentu dari keluarga kurang mampu di luar kota, dan demi belajar menuntut ilmu ia datang ke kota, mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan dalam keuangan itu sudah pasti.


Tanpa berpikir panjang, si pemilik rumah lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur disembunyikan di bawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut, sehingga sepintas yang terlihat hanyalah sebungkus nasi putih saja, dan diberikannya kepada pemuda tersebut.

 Melihat dari perbuatan yang dilakukannya, istri dari pemilik rumah makan itu mengetahui bahwa suaminya sedang membantu pemuda ini, namun yang dia tidak mengerti, mengapa daging dan telur disembunyikan di dalam nasi?

Suaminya kemudian membisik kepadanya, “Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk di nasinya, dia tentu akan merasa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti aka jatuh dan merasa dipermalukan, dan lain kali dia tidak akan datang lagi.

Jika dia ke tempat lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.” “Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.”Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain.

“Terima kasih, saya sudah selesai makan.” Kemudian pemuda ini pun mengambil bungkusan nasinya, dan berpamitan kepada si pemilik rumah makan. “Besok datanglah lagi, engkau harus tetap semangat!” kata pemilik rumah sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan segan untuk datang lagi.

Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini datang ke rumah makan mereka. Sama seperti biasa, setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari.

Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi, sampai pemuda ini lulus sekolah. Dan selama 20 tahun, pemuda ini tidak pernah muncul lagi. Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur lebih dari 50 tahun, pemerintah melayangkan sebuah surat, bahwa rumah makan mereka harus digusur. Tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan di luar negeri yang perlu biaya setiap bulan, membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik.

Tak lama kemudian, datanglah seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek, kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid. “Apa kabar? Saya adalah wakil direktur dari sebuat perusahaan. Saya diperintahkan oleh direktur kami untuk mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami. Perusahaan kami telah menyediakan semuanya, kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian ke sana, keuntungannya akan dibagi 2 dengan perusahaan.”

“Siapakah direktur di perusahaan anda? Mengapa begitu baik terhadap kami? Saya tidak ingat telah mengenal seorang yang begitu baik dan mulia seperti direktur anda,” tanya sipemilik rumah makan dengan herannya. “Kalian adalah penolong dan kawan baik dari direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain silahkan kalian tanya sendiri kepadanya ketika bertemu nanti “

Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih itu muncul. Dia menceritakan perjalanan hidupnya, setelah bersusah payah selama 20 tahun, akhirnya pemuda ini dapat membangun kerajaan bisnisnya, dan sekarang telah menjadi seorang direktur yang sukses.

Dia merasa, kesuksesannya pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini. Jika mereka tidak membantunya dulu, tidak munkin dia dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sukses seperti sekarang ini. Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Lalu pemuda ini berdiri dari kursinya dan dengan membungkuk dalam dalam ia berkata kepada mereka, “semangat ya! di kemudian hari perusahaan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok.”

Sahabat UCers, Kebaikan hati suami istri ini ketika menolong si pemuda adalah tulus dan tanpa pamrih. Tidak terbersit dalam bayangannya, bahwa mereka akan mendapatkan balas budi dari si pemuda di kemudian hari. Keinginan yang tulus ketika kita membantu orang, tentunya tidak perlu diikuti dengan hasrat bahwa sewaktu-waktu orang tersebut akan membantu kita kembali. Karena seperti kalimat di salah satu pepatah bijak: “ Apa yang ditanam, itulah yang dituai”, Ketika kita menanam kebaikan, maka kitapun akan mendapatkan hal yang baik pula.

SUMBER


Contact Us

Name

Email *

Message *

Categories

Search This Blog

Powered by Blogger.

Arsip Blog