Tanpa bekal apapun ia merantau untuk mencari rejeki dan bekerja serabutan. 5 tahun berjalan bekerja demikian tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehingga ia pelan-pelan mengumpulkan uang ditabung untuk modal usaha. Dan dari sanalah Sumarna berjualan cabai dari ilmu selama 5 tahun itu.
Mulai dari mencari pasokan cabai, menjalin relasi dengan pembeli serta mengepul sayur mayur. Memang tak mudah membangun bisnis ia pindah usaha ke pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur dan memulai lagi dari Nol. Hanya bermodal keberanian,
kejujuran, kepercayaan pelanggan serta para pemasok barang. Bermodal sewa kios Rp 2juta akhirnya diputar untuk membeli tanah dan angkutan. Usahanya berjalan lancar baik cabia merah, cabai rawit serta tomat aman. Bahkan bisnis kian berkembang sampai masuk swalayan. Namun namanya usaha pasti pasang surut ada kalanya merosot. Tapi tetap dinikmati meskipun rugi ratusan juta.
Tak sampai disitu saja ternyata ada kerugian lagi yang diderita dimana 5 karyawannya pada tahun 2010 dan rugi sekitar 1,8 miliar pada pertengahan 2011. Meskipun demikian ia tak menuntut karyawan itu tapi dipecat dari pekerjaan. Belum lagi pernah bangrut benar-benar dari nol lagi. Kemudian dengan keyakinan ia memulai bangkit kembali membesarkan bisnis cabainya.
Benar adanya bila tak ada orang gagal yang ada hanyalah orang yang berhenti mencoba apalagi dalam bisnis. Maka yang perlu kita tiru adalah bagaimana ia berjuang dengan tekun, jujur, penuh kesabaran dan ulet.
sumber